Utang Pemerintah


Utang Pemerintah
(Wawancara)
A Tony Prasetiantono, EKONOM UNIVERSITAS GAJAH MADA
Sumber : SUARA KARYA, 11 Februari 2012


Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), baru-baru ini merilis utang Indonesia yang jumlah totalnya sudah mencapai Rp 1.937 triliun. Fitra juga menyebutkan bahwa utang sejak zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputri ke pemerintahan SBY mengalami kenaikan sebesar Rp 705 triliun. Posisi utang di masa Megawati sebesar Rp 1.232 triliun pada tahun 2003. Sedangkan posisi utang pada masa pemerintahan SBY sebesar Rp 1.937 triliun pada tahun anggaran 2012.

Sementara dalam situs Ditjen Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Sabtu (4/2) terlihat hingga akhir 2011 total utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp 1.803,49 triliun. Pada akhir tahun ini rencananya utang pemerintah bakal bertambah menjadi Rp 1.937 triliun atau naik Rp 134 triliun.

Bagaimanapun utang mesti disikapi secara hati-hati. Ini penting untuk menghindari agar jangan sampai terjadi default (gagal bayar), semisal, Yunani. Bagi Indonesia utang tetap dibutuhkan dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi pemerintah harus mampu mengelolanya dengan baik. Demikian benang merah dari pernyataan ekonom Universitas Gajah Mada, A Tony Prasetiantono ketika diwawancarai wartawan Harian Umum Suara Karya Agus Haryanto dan fotografer Annisa Maya, di Jakarta, Senin (6/2).

Indonesia memiliki utang yang terus membengkak dari tahun ke tahun. Efeknya terhadap anggaran?

APBN apabila tidak ada utang berarti tidak ada pengeluaran capital expenditure (belanja modal). Itu sama seperti dengan suatu yang juga harus berutang. Yang terpenting, pertama, utang harus bermanfaat sehingga memberikan multiplier effect (efek berganda). Kedua, utang tentunya harus dilunasi. Sehingga, dipastikan utang tersebut akan naik, cuma kemampuan membayar semakin besar pula, yang ditunjukkan dengan GDP (gross domestic product). GDP kita sekarang sekitar Rp 7.000-an triliun, sedangkan utang Rp 1.937 triliun, sehingga rasionya sebesar 26%.

Bila memberatkan anggaran, saya rasa tidak, karena utang hanya mencapai Rp 1.937 triliun, sementara anggaran kita Rp 1.400 triliun. Memang lebih tinggi dari angsuran setahun. Tapi dari Rp 1.937 triliun tadi, amortisasinya tidak seketika. Maksudnya, tidak harus dilunasi sekarang, tergantung jatuh temponya.

Jadi, kenaikan utang optimistis masih bisa dikelola dengan baik?

Justru Indonesia termasuk yang konservatif. Karena, ekonom membuat rumus suatu negara boleh defisit. Contoh APBN pada level 2% dari PDB (produk domestik bruto) Indonesia, realisasinya di bawah 1,5%. Sehingga, dari sini tidak ada masalah. Hanya, sekarang, yang penting adalah bagaimana utang itu tersalurkan secara tepat sasaran.

Dampak utang terhadap masyarakat Indonesia? Apakah masih berlaku slogan, 'setiap bayi Indonesia lahir akan berutang?

Tetap ada. Tapi, selagi bisa membayar, tidak masalah. Kalau melalui itung-itungan kasar apabila utang mencapai Rp 1.937 triliun dibagi dengan 245 juta maka tiap orang kebagian Rp 7,9 juta.

Jadi, utang perlu ada dalam setiap negara?

Diperlukan, asal utang itu dipakai untuk hal-hal yang produktif. APBN itu seperti kantong, begitu uang masuk tidak bisa dibeda-bedakan. Dan, membelanjakannya pun tidak membedakan asalnya dari mana. Saya kira negara harus punya utang, tapi masalahnya, pemerintah tidak bisa membelanjakannya. Itu berarti tidak tepat sasaran. Ada inefesiensi pemerintah.

Apakah mungkin anggaran negara bocor?

Jadi, kalau ada pertanyaan apakah ada dana utang yang dikorupsi atau diselewengkan, agak sulit dibuktikan. Karena, sekarang ini utangnya tidak seperti dulu. Bila dulu, utang itu selalu merujuk kepada suatu kegiatan atau program. Kalau sekarang, utang itu berbentuk uang tunai. Uang tunai masuk ke keranjang (APBN). Kalau uangnya diambil orang, kita tidak tahu. Dari mana uang itu berasal, dari pajak atau utang. Potensi APBN yang dikorupsi banyak. Nah mungkin uang itu ada sebagian berasal dari utang.

Tanpa utang, suatu negara tidak bisa membangun?

Bisa! Asalkan mobilisasi tabungan masyarakat tinggi. Mungkin negara seperti itu (tanpa utang), harus sudah kaya terlebih dahulu. Tapi, nyatanya seperti AS dan Jepang juga utang. Kecuali, negara-negara kecil yang tidak punya utang. Karena, dananya sudah dipenuhi oleh pembayaran pajak. Jadi, sumber penerimaan negara itu dua, yaitu utang dan pajak. Kalau tidak cukup pajak maka utang diberlakukan. Kalau tidak ada utang, negara tidak bisa membangun, hanya menggaji pegawai.

Indonesia tidak bisa lepas dari utang untuk beberapa tahun mendatang?

Oh, iya. Masih panjang. Kecuali, apabila masyarakat kita bersedia mau hidup tidak enak. Artinya, jika jembatan rusak tidak diperbaiki. Pada dasarnya, pengeluaran negara itu terbagi dua, yakni, biaya rutin, seperti, membayar gaji pegawai, dan pembangunan (capital expenditure). Yang rutin itu tidak bisa di-stop. Akibatnya, pembangunan yang dikorbankan. Tapi, saya masih punya harapan apabila aparatnya 'bersih'. Tapi kalau mau 'bersih' harus ada contoh dari pimpinan 'kan. Masyarakat akan taat membayar pajak, bila pimpinannya taat bayar pajak juga.

Mungkinkah Indonesia akan default (gagal bayar utang) seperti Yunani?

Saya kira tidak. Karena, biasanya pemerintah cukup hati-hati. Perlu diketahui, Yunani default karena defisit APBN-nya 13,7%.

Kebijakan apa yang paling tepat untuk mengurangi utang?

Meningkatkan pajak. Hanya itu, tidak ada lagi. Tapi, hal itu bukan pekerjaan mudah seperti membalik telapak tangan. perlu kesadaran orang membayar pajak. Dan, ini akan menjadi lingkaran setan. Orang akan melanggar pajak, kalau korupsinya hilang. Jadi, utang harus dimulai dari pemberantasan korupsi. Jika pembayar pajaknya kencang, utang akan turun. Suatu saat akan hilang. Tapi, lama sekali.

Saya kira saat ini momentum yang sangat bagus bagi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang sedang 'bersih-bersih', untuk tujuan jangka panjang, mengurangi utang.
◄ Newer Post Older Post ►