Sengkarut Senjata Nuklir
Redian Fikri Guspardi, KETUA KOMPARTEMEN PERDAGANGAN LUAR NEGERI KADIN SUMATRA BARAT; KANDIDAT PHD DI UNIVERSITI TEKNOLOGI MALAYSIA
Sumber : REPUBLIKA, 10 Februari 2012
Memijaki korelasi lumbung minyak dan dependensi ekonomi, Iran adalah negara dengan separuh pendapatan (PDB) bergantung pada produksi minyak. Menurut data empiris, Iran merupakan produsen minyak mentah terbesar keempat di dunia dengan pangsa pasar global 5,1 persen. Cadangan minyak pun mencapai 151 miliar barel atau sekitar 10 persen dari total cadangan minyak dunia.
Malangnya, kini negeri kaum mullah itu tengah tercekik atas sanksi embargo minyak dan pembekuan aset bank sentral. Legitimasi sanksi tersebut berpayungkan pengesahan undang-undang anti-Iran oleh Presiden Barack Obama, akhir tahun silam (31/12), dan kesepakatan konferensi para menteri luar negeri Uni Eropa pada 23 Januari lalu.
Eksistensi program senjata nuklir dijadikan tameng dan stimulus dalam menghalalkan tindakan pihak Barat, bahkan agresi militer sekalipun.
Tuduhan represif ini mengingatkan kita bagaimana Amerika dan kroni-kroninya membuat sketsa keadaan yang sama dalam invasi Irak pada 2003 lalu. Ketika itu, Presiden George W Bush dan koleganya, Perdana Menteri Inggris Tony Blair, getol mengatakan Saddam Hussein menyimpan senjata pemusnah massal.
Telah terpahat dalam hati bahwa seluruh dunia sudah tahu apa yang dikatakan Bush dan Blair serta dipropagandakan oleh media-medianya merupakan penipuan belaka.
Rupanya, tudingan itu hanyalah topeng sandiwara dalam mengeruk dan menjarah pundi-pundi kekayaan Negeri 1001 Malam. Sebut saja Halliburton, sepekan pascaperang langsung mendapatkan proyek miliaran dolar AS. Sejumlah perusahaan Amerika dan sekutu-sekutu pun--Lockheed, Boeing, Rayton, Bechtel, Dincrup--masing-masing bereuforia menerima jatah proyek miliaran dolar lainnya di atas gelimangan darah rakyat Irak.
Abu kebenaran
Penggemblengan doktrin barat membuat neraca keadilan jungkir balik. Dan, itu kerap dijadikan referensi hukum dalam mengadili perkara apa pun. Begitu pun dengan pengayaan program nuklir Iran yang disinyalir untuk pengembangan senjata nuklir. Presiden Mahmoud Ahmadinejad berkali-kali menafikan tudingan tersebut.
Sembari mempertegas program ini murni untuk tujuan pengembangan listrik dan penyembuhan penyakit kanker menggunakan radioisotop, tetap saja pembelaan ini sia-sia belaka. Buih kebenaran telah tersapu bersih dengan penguasaan media global secara de facto di genggaman pihak Barat.
Ironisnya, tidak sedikit negaranegara Muslim turut memuluskan upaya pengenaan paket sanksi yang mengancam negara Islam itu. Arab Saudi, telah menyatakan kesiapan untuk mendongkrak produksi minyak hingga kapasitas maksimum. Demikian juga negara Timur Tengah lainnya.
Tidak sebatas hipnotis media, lembaga Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency, IAEA) juga dipolitisasi agar seolah-olah sikap Iran tidak dapat lagi ditoleransi. Merujuk laporan yang dirilis IAEA pada November tahun lalu (8/11) tentang perkembangan program nuklir Iran menyimpulkan bahwa benar terdapat penyimpangan pengembangan nuklir untuk aplikasi militer dan mengarah pada senjata
nuklir.
Paparan itu bertolak belakang dengan keadaan yang sebenar di Fordo, tempat proses pengayaan nuklir. Menurut pantauan terakhir tim penyidik, program nuklir Iran masih berada pada jalurnya. Seharusnya, badan terhormat ini lebih bijak dan independen dalam bersikap, bukan sebaliknya menjadi bayang-bayang.
Menjilat Israel
Dalam menyuarakan aksi provokatif dalam sengkarut nuklir Iran, rupanya negara superpower Amerika hanya sebagai pelacut yang ditunggangi bos besarnya, Israel. Tampak pada sikap sungkem negeri Paman Sam ini pada pertemuan kedua negara, pekan lalu (20/1), di Yerusalem membahas sikap Israel yang sewaktu-waktu dapat melancarkan agresi militernya terhadap Iran.
Tindakan yang lebih kentara terlihat saat lontaran pemikiran para bakal calon presiden Amerika dari Partai Republik tentang isuisu global yang menunjukkan `sikap sujud' pada negara Zionis ini. Newt Gingrich, misalnya, mantan ketua DPR AS ini menyebut Palestina sebagai bangsa rekaan yang tak punya hak apa pun atas tanah Israel.
Gingrich juga mengatakan, begitu ia menjadi presiden, ia akan mengeluarkan perintah eksekutif untuk memindahkan kantor kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem. Bahkan, mantan senator Rick Santorum tak ragu-ragu menegaskan akan mengebom Iran untuk menghentikan program nuklir negara itu.
Pun, Mahkamah Internasional dan dewan keamanan internasional sering kali bernaung dalam sangkar Zionis. Inilah bentuk tata dunia baru (the new world order) yang memayungi segelintir negara kuasa dan mendiskreditkan negara lainnya.
Sikap Iran yang acap kali membangkang membuat Israel geram dan naik pitam. Tak tanggung-tanggung, dengan persenjataan tercanggih di dunia, negara agresor itu terobsesi melancarkan agresi militer terhadap negara Persia itu.
Sebelumnya, Israel juga telah melakukan serangkaian taktik muslihat untuk membungkam barikade kekuatan Iran, termasuk menyabotase pengayaan program nuklir melalui badan intelijennya, Mossad.
Sudah bukan rahasia umum, cara ini digunakan Mossad, CIA, dan sekutu-sekutunya dalam menimbulkan instabilitas dan kekacauan pada negara-negara yang tidak disukai. Kriminalitas atas nama mereka selalu mendapatkan tempat yang layak tanpa penghakiman secara adil. PBB yang konon badan profesional telah dibeli dan dimanfaatkan sebagai topeng pencitraan bagi mereka di mata masyarakat dunia.
Mengutip laporan Badan Atom Internasional beberapa waktu lalu, pada saat ini proses pengayaan uranium Iran dalam kadar 20 persen. Secara ilmiah, takaran itu belum cukup untuk dijadikan bom nuklir; paling tidak membutuhkan uranium berkadar 90 persen. Lalu, di mana letak pelanggaran resolusi PBB yang kerap diklaim oleh pihak Barat?
Kini, dengan bukti tanpa senjata nuklir, malah Iran akan didekap oleh serangkaian sanksi ekonomi dari PBB dan negaranegara Barat. Padahal, merujuk Perjanjian Non-Proliferasi nuklir yang diratifikasi oleh 191 negara, Iran mempunyai hak mengayakan program nuklirnya untuk kepentingan sipil.
Sepatutnya, sanksi hanya tertuju pada negara yang mempunyai senjata nuklir melebihi batas ambang tertentu. Lalu, bagaimana dengan Israel yang menyimpan lebih dari 200 bom nuklir, Amerika dengan temuan lebih dari 5.000 hulu ledak nuklir, Inggris, Prancis, Rusia, dan sederetan negara Barat lainnya. ●