Musuh Besar KPK

Musuh Besar KPK
Henry MP Siahaan, PENELITI HUKUM, BEKERJA DI KEMITRAAN/PARTNERSHIP, JAKARTA
Sumber : KOMPAS, 11 Februari 2012


Ancaman korupsi terbesar pada 2012 dan 2013 akan dilakukan oleh partai politik. Demikian sinyalemen yang disampaikan Indonesia Corruption Watch.

Ada tiga alasan mengapa sinyalemen ini muncul. Pertama, dari perspektif historis pemilu pasca-Orde Baru, kasus besar selalu terkait parpol dan biasanya terungkap seusai pemilu. Selesai Pemilu 1999 muncul kasus Bank Bali, seusai Pemilu 2004 ada kasus suap cek perjalanan, pasca-Pemilu 2009 ada skandal Bank Century. Kedua, momentum pemilu. Menjelang Pemilu 2014 saat paling membahayakan aset negara, APBN, dan APBD. Parpol akan menyalahgunakan proyek pemerintah untuk kepentingannya (Kompas, 30/1/2012). Ketiga, komitmen pemerintah (pusat-daerah) yang manis dalam janji memberantas korupsi, tetapi lemah implementasi.

Sinyalamen memosisikan parpol sebagai aktor paling berpotensi yang perlu diwaspadai tak sepenuhnya benar. Apakah parpol dapat bertanggung jawab secara institusional ketika korupsi? Siapa yang dapat menjerat parpol secara hukum dan menjebloskannya ke penjara atau bahkan membubarkannya? Parpol tak dapat dipenjara. Parpol juga tak dapat dibubarkan karena korupsi. Belum ada fakta empiris yang menunjukkan itu.

Parpol adalah salah satu organ penting demokrasi, meminjam istilah Roberth A Dahl. Parpol tak pernah salah dan tak akan pernah melakukan korupsi. Parpol bukanlah pelaku korupsi, melainkan orang-orang di dalam parpol dapat melakukannya untuk menjalankan mesin parpol. Karena itu, yang perlu diwaspadai adalah setiap individu yang berafiliasi dengan parpol atau lainnya. Jadi, bukan semata-mata politisi.

Karakter alamiah manusia yang tak pernah puas serta nafsu serakah menggapai kekuasaan dengan cara yang tidak halal akan selalu mewarnai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Robert Klitgaard menegaskan, semua aktor—tak terkecuali eksekutif, legislatif, yudikatif, termasuk LSM—dapat korupsi akibat peluang yang dimiliki.
Menurut Klitgaard, rumus korupsi C>D+M-A. Artinya, korupsi (C) terjadi akibat diskresi (D) dan monopoli (M) yang tak terkontrol serta kurangnya akuntabilitas (-A). Situasi ini sangat tepat menggambarkan kondisi korupsi di Indonesia. Karena itu, yang perlu jadi kesadaran bersama: setiap aktor dapat memanfaatkan semua cara, dengan semua ruang, untuk mewujudkan hasratnya mencari keuntungan.

Ruang yang dimaksudkan adalah seluruh prosedur, tahapan, mekanisme aturan yang memiliki celah, dan wilayah abu-abu (multitafsir). Namun, pertanyaan selanjutnya, di mana ruang untuk menemukan pelaku korupsi?

Ruang Korupsi

Dari data kasus yang ditangani KPK, 2004-2010, secara berurutan menunjukkan ruang pelaku sebagai berikut, pengadaan barang dan jasa (86 kasus), penyuapan (57), penyalahgunaan APBN/APBD (31), pungutan (12), serta perizinan (10). Kasus- kasus ini tali-temali dengan pengadaan barang dan jasa. Ruang ini dikerubuti multiaktor karena peluang dan sistem yang lemah. Karena itu, musuh besar yang harus diperangi KPK di level penindakan dan aksi pencegahan adalah buruknya mekanisme/sistem pengadaan barang dan jasa.

Menurut pihak KPK, pengadaan barang dan jasa jadi kasus terbanyak karena pasar yang tak terbuka (kolusi panitia-rekanan, kolusi arisan antar-rekanan, monopoli dan premanisme, minimnya akses publik ke pasar pengadaan); kurangnya manajemen; buruknya governance (panitia tak transparan dan akuntabel, penyalahgunaan wewenang, pengawasan internal tidak berfungsi, tak efisien); serta banyaknya kasus tindak pidana korupsi (suap-menyuap, kick back, menyalahi prosedur, mark-up harga, pengaturan tender, kerugian negara).

Berbagai hal ini terjadi di semua tahap kegiatan pengadaan barang dan jasa, mulai dari perencanaan sampai tahapan penyerahan barang dan jasa.

Kita tak ingin wabah korupsi terus menggurita. Yang perlu dilakukan untuk membendung kejahatan para pelaku adalah mendorong seluruh instansi pemerintah menerapkan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement). E-procurement merupakan aksi pencegahan dan pendekatan yang baik untuk menghalangi korupsi. 

Penerapan e-procurement memberi banyak keuntungan, baik dari sisi pengguna maupun penyedia barang/jasa. Dari sisi penyedia, banyak biaya dapat dihemat, seperti biaya transportasi, akomodasi, konsolidasi, dan biaya cetak dokumen. Dari sisi pengguna, layanan pengadaan secara elektronik mendukung iklim persaingan antar-penyedia yang lebih adil dan berkualitas. Pengguna punya lebih banyak pilihan dan mendapatkan penawaran lebih murah dengan kualitas lebih baik.

Namun, sekali lagi, maukah pemerintah berhenti bermulut manis dan benar-benar beraksi untuk membersihkan negara ini dari korupsi? Saya yakin, negara ini tahu cara-cara strategis untuk membendung korupsi oleh banyak penjahat yang sedang dan mau menggerogoti uang negara. Haruskah negara kalah? ●
◄ Newer Post Older Post ►