Kelas Menengah di Asia

Kelas Menengah di Asia
Akira Moretto, WAKIL KEPALA BAGIAN PENELITIAN DI PT STRATEGIC ASIA
Sumber : SINAR HARAPAN, 8Februari 2012


Salah satu fenomena paling penting abad 21 adalah kebangkitan dari warga kelas menengah di Asia. Kelompok strata sosial ini mendapatkan perhatian yang cukup besar, tidak hanya karena jumlah keseluruhannya yang besar, tetapi disebabkan juga oleh peningkatan jumlah penduduk kelas menengah ini yang semakin meluas.

Meskipun perkiraan akan jumlah dari kelas ini bervariasi, menurut Bank Dunia (2007), warga kelas menengah Asia tercatat hanya 1,4 persen dari populasi penduduk dunia di tahun 2000, namun begitu pada 2030 kenaikan tersebut diperkirakan akan terus meningkat mendekati angka 9 persen.

Sebagai tiga negara terbesar di kawasan Asia dan dunia, China, India dan Indonesia mempunyai porsi yang cukup besar akan jumlah warga kelas menengah baru di Asia.
Hal ini tidak mengherankan karena ketiga negara tersebut merupakan pemain utama di kancah regional dan global dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial, serta memiliki angka pertumbuhan pendapatan nasional (GDP) mereka yang sangat fenomenal. 

Fakta lain yang dapat diambil dari bangkitnya kelompok kelas menengah ini adalah kenyataan bahwa mereka sekarang termasuk dalam golongan yang diinginkan dari para pembuat kebijakan ekonomi dan kelompok bisnis untuk terus bertambah, terutama sebagai pembayar pajak dan konsumen.

Banyak dari para pembuat kebijakan dan ekonom yang mulai membayangkan seberapa besar peran yang akan dimainkan oleh kelas menengah Asia ini pada dekade mendatang untuk membantu perekonomian global keluar dari krisis yang melanda saat ini.

Menurut definisi internasional, seseorang dari golongan sosial menengah diperkirakan memiliki pendapatan tahunan lebih dari US$ 3.000 atau sekitar US$ 8 setiap hari. Apabila kita mengambil Indonesia sebagai salah satu contohnya, sejumlah tersebut dapat mencukupi lebih dari kebutuhan dasar hidup sehari-hari.

Selanjutnya, menurut Nomura, sebuah bank investasi Jepang, kelas menengah sosial Indonesia tumbuh sampai dengan 50 kali lipat dari tahun 2004 dan 2010, atau dengan kata lain, meningkat dari 1,6 juta ke lebih dari 50 juta orang.

Beberapa prediksi juga memproyeksikan bahwa kaum kelas menengah Indonesia akan tumbuh sampai dengan 150 juta pada 2014. Hal ini tentu saja akan membuat pihak pengelola pajak, pelaku bisnis dan penyedia layanan jasa di Indonesia bersukacita, bahkan apabila kenaikan tersebut hanya setengah dari angka yang diramalkan. 

Walaupun jumlah kelas menengah tersebut relatif mudah diperkirakan, berbagai studi yang dilakukan oleh badan-badan internasional menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu mewakili golongan tertentu yang memiliki kemiripan karakteristik atau pun nilai-nilai tersendiri.

Sebagai konsumen, kaum menengah ini akan membelanjakan uang untuk barang-barang kebutuhan yang masih logis atau wajar pada saat pendapatan baru secara teratur mengalir ke pundi-pundi uang mereka. Sebagian di antaranya termasuk lemari es, televisi, mesin pendingin (AC), dan music stereo.

Di samping itu, kelompok ini juga memanfaatkan lebih banyak waktu luang mereka, pergi ke bioskop, lebih sering makan di restoran dan juga bepergian, selain membeli lebih banyak barang untuk hadiah atau pun suvenir. Oleh karena itu, pihak wiraswasta dan pencetus inovasi lebih sering membidik kelas menengah tersebut sebagai sasaran utama produk-produk mereka.

Lebih Berpendidikan 

Pada umumnya, warga strata sosial ini lebih berpendidikan dan mempunyai kecenderungan melakukan investasi di bidang pendidikan dan sekolah bagi anak-anaknya.

Lebih lanjut lagi, mereka memandang sumber daya manusia seperti pendidikan, pengetahuan termasuk juga tabungan, merupakan hal penting bagi mereka yang pada kenyataannya perilaku-perilaku seperti ini cukup dapat menopang pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Kelompok menengah faktanya merupakan bagian dari masyarakat yang seringnya bersedia membayar ekstra untuk produk-produk yang berkualitas lebih tinggi, yang pada akhirnya mampu mendorong permintaan untuk barang-barang kebutuhan berkualitas tinggi.

Dengan demikian, seiring pertumbuhan jumlah kelompok kelas menengah ini, investasi di bidang pengetahuan atau sumber daya manusia juga meningkat.

Tentu saja, sekilas banyak dari karakteristik-karakteristik tersebut dapat diasosiasikan terhadap penduduk kelas menengah Indonesia, dan seiring meningkatnya jumlah kelompok ini, gambaran di atas tercermin dalam keluarga-keluarga kelas menengah yang baru.

Poin penting selanjutnya, bagaimana untuk mempertahankan kebangkitan dari kelompok ini merupakan faktor yang sangat krusial bagi Indonesia, terutama dalam sudut pandang yang baik.

Selama ini peningkatan di sektor konsumsi secara keseluruhan didorong dari pasar domestik, sehingga perubahan atau sentimen yang terjadi di pasar global memberikan efek yang cukup kecil di Indonesia. Peningkatan tersebut kemungkinan akan terus berlangsung terlepas dari apa pun yang akan terjadi di Yunani, Negara Kawasan Pengguna Euro atau pun Amerika. 

Walaupun kebangkitan kelas menengah tersebut merupakan hal yang patut disyukuri, hendaknya perhatian terhadap golongan masyarakat miskin sebagai mayoritas penduduk dunia tidak dikesampingkan begitu saja.

Di Indonesia, tingkat kemiskinan – di mana orang hidup dengan US$ 1 per hari - masih sekitar 14 persen dari jumlah keseluruhan penduduk yang masih membutuhkan perhatian sangat besar.

Apakah nantinya akan muncul efek kemakmuran “menetes ke bawah” ketika para kelompok kelas menengah tersebut mendirikan usaha-usaha kecil dan mempekerjakan karyawan dari kaum yang lebih miskin? Dapatkah pemerintah, seperti yang ada di Indonesia, sungguh-sungguh menjangkau keluarga-keluarga miskin tersebut, yang mungkin tidak mampu memanfaatkan efek kemakmuran yang tercipta?

Tentu saja, tantangan akan ketidaksetaraan di Indonesia tetap ada dan banyak hal yang dapat dilakukan dalam rangka usaha mendistribusikan kesejahteraan seperti yang diungkapkan sebelumnya.

Sekali lagi, kebangkitan kelas menengah Indonesia merupakan fenomena baru  yang disambut baik oleh semua pihak, sehingga untuk seterusnya marilah berharap bahwa hal ini akan menjadi komponen penting untuk membantu perbaikan hidup bagi warga golongan miskin. ●

◄ Newer Post Older Post ►