Neoliberalisme dan Ekonomi Islam


Neoliberalisme dan Ekonomi Islam
Herman, MAHASISWA FAI-UMJ;
 ANGGOTA LEMBAGA PENGKAJIAN DAN PERBANKAN SYARIAH (LKPES) UMJ
Sumber : SUARA KARYA, 10 Februari 2012


Setiap sistem ekonomi memiliki filosofi yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Seperti sistem ekonomi kapitalis, filosofi ekonominya tercermin dalam dua ungkapan yaitu laissez faire dan invisible hand yang merupakan konsep Adam Smith. Dengan filosofi ini setiap pelaku ekonomi diberikan kebebasan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya.

Adam Smith menyatakan bahwa jika setiap individu diberikan kebebasan untuk mengembangkan modal yang dimilikinya, maka kesejahteraan akan dapat terealisasi. Hal tersebut merupakan inti dari teori invisible hand yang digagasnya. Akan tetapi, dalam kenyataannya sistem ini tidak mampu memberikan kesejahteraan malah hanya melahirkan ketimpangan ekonomi dan tidak memiliki kekuatan dalam menghadang berbagai krisis keuangan.

Krisis keuangan yang melanda dunia saat ini tidak hanya berdampak di Amerika Serikat sebagai episentrum krisis keuangan. Tapi, juga berdampak pada negara-negara maju lainnya, seperti di kawasan Eropa dan Asia. Krisis yang terjadi saat ini adalah bagian dari siklus ekonomi kapitalisme.

Dalam catatan sejarah ekonomi krisis keuangan dan ekonomi terjadi di negara-negara kapitalis. Roy Davies dan Glyn Davies (1996) dalam buku, The History of Money From Ancient time to Present Day, menguraikan bahwa sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa rata-rata setiap lima tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia.

Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat menjadi bukti matinya sistem pasar bebas. Sungguh ironis, negara yang selama ini diklaim sebagai negara adidaya, tidak berdaya menghadapi krisis. Banyak yang mengatakan bahwa krisis ini adalah bukti kematian neoliberalisme. Sehingga, dunia perlu menata kembali peran negara, pasar dan rakyat dalam menciptakan kesejahteraan sosial yang berkeadilan.

Kegagalan neoliberalisme menjadi begitu nyata ketika ketimpangan yang terjadi di negara berkembang, justru menyerang pencetusnya, Amerika Serikat. Perekonomian mereka collaps pasca jatuhnya Lehman Brothers. Orientasi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi seperti dalam dogma kapitalisme, terbukti tidak mampu menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat dunia.

Hal ini karena sistem kapitalisme berdasarkan fondasi monetary based economy bukan real based economy, sehingga rente ekonomi yang diperoleh bukan berdasarkan hasil investasi produktif, namun dari investasi spekulatif. Kenyataan bahwa uang yang beredar melalui transaksi di Wall Street adalah 3 triliun dolar AS per hari, dimana 90 persen kegiatannya spekulatif tanpa memberikan kontribusi yang berarti bagi rakyat kecil. Hal ini memperjelas bahwa ekonomi kapitalis yang diterapkan selama ini salah. Faham neoliberalisme tidak bisa dipertahankan. Ekonomi kapitalisme yang menganut laizes faire dan berbasis riba kembali tergugat. Kesenjangan ekonomi semakin tajam, kemiskinan dan pengangguran menggurita, serta fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat.

Kursyid Ahmad (2001), secara tajam mengkritik ekonomi kapitalisme dengan mengatakan bahwa paradigma ekonomi konvensional yang muncul saat ini bercirikan pada paradigma yang berupaya melepaskan ilmu ekonomi dari semua kaitan transendental dan kepedulian etika, agama dan nilai-nilai moral.

Kembali ke Ekonomi Islam

Kapitalisme telah menunjukkan kegagalannya dalam mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan. Maka, kita perlu sistem ekonomi yang bisa menjadi solusi terbaik dari kegagalan kapitalisme. Data empiris menunjukan bahwa pemecahan masalah ekonomi dunia selama ini hanya bersifat sementara. Untuk memperoleh solusi terbaik dan berkesinambungan, kita harus mampu merekonstruksi ekonomi Islam sebagai solusi ekonomi yang berkeadilan. Ekonomi Islam harus mampu mengubah ketimpangan-ketimpangan yang ditimbulkan oleh sistem kapitalis agar berbagai ketimpangan tersebut tidak semakin mengakar.

Hidayat (2009), mengatakan ketika sistem ekonomi kapitalisme mengalami kerapuhan, orang mulai berfikir tentang sistem ekonomi yang mampu menghadapi turbulensi neoliberalisme dan lebih dapat menyejahterakan rakyat. Solusi yang layak dikaji dan dipraktikkan adalah ekonomi Islam. Munculnya ekonomi Islam dalam peradaban dunia merupakan perkembangan menarik bagi pengembangan sosial dan ekonomi yang selama ini terhegemoni dengan kekuatan kapitalisme Barat.

Sistem ekonomi Islam sangat berbeda dengan sistem yang selama ini dipahami dan diamini banyak negara. Tujuan dari ekonomi Islam bukan semata-mata berorientasi pada materi, tetapi lebih pada konsep kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, yang memberikan nilai keadilan ekonomi yang seimbang antara kebutuhan materi dan rohani yang berdasarkan Al Qur'an dan sunnah nabi. Ekonomi Islam tidak bisa dipisahkan dari tiga konsep Islam, yaitu aqidah, syari'ah dan akhlaq.

Jadi dalam praktiknya, ekonomi Islam harus memuat tiga konsep Islam tersebut agar kemaslahatan dan kesejahteraan manusia benar-benar terwujud secara adil. Inilah perbedaan fundamental antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme yang tidak akan pernah bertemu.

Teori-teori ekonomi kapitalisme mengalami perubahan dari masa ke masa. Hal ini berangkat dari pandangan tentang kebenaran yang mereka anut bersifat relatif dan tidak sama antara satu zaman dengan zaman yang Neoliberalisme dan Ekonomi Islam lainnya.
◄ Newer Post Older Post ►