Ayo, Kaum Muda Indonesia!


Ayo, Kaum Muda Indonesia!
Taufik Ikram Jamil, SASTRAWAN DAN PEMINAT MASALAH SOSIAL-POLITIK
Sumber : KOMPAS, 7 Februari 2012


Patutlah disyukuri bahwa minggu-minggu awal memasuki tahun 2012 kaum muda Indonesia memperlihatkan wajah cerah.

Survei asing yang menyebutkan kaum muda Indonesia amat optimistis di dunia dalam menghadapi tahun 2012 seperti mendampingi kecemerlangan kreativitas sejumlah sekolah menengah kejuruan (SMK) dari sejumlah kota. Sebuah awal yang baik memang, dengan satu teriakan, ”Ayo, kaum muda Indonesia!”

Adalah Ipsos—bekerja sama dengan Reuters—pada 12 Januari lalu merilis survei tingkat optimisme kaum muda dari 24 negara dengan 21.245 responden berusia di bawah 35 tahun, 500 di antaranya berasal dari Indonesia. Optimisme kaum muda Indonesia memperoleh angka 91 atau sama dengan Perancis, tetapi di atas Brasil, Jepang, bahkan jauh di atas Amerika Serikat.

Optimisme itu berkaca dari kondisi ekonomi tiap-tiap negara. Indonesia, misalnya, setelah 14 tahun menghilang, akhir 2011 digolongkan sebagai negara investment grade yang antara lain menunjukkan kemampuan membayar utang baik dilakukan negara maupun swasta. Begitu pula pertumbuhan ekonominya sebesar 6,6 persen pada 2011. Di tengah keadaan ekonomi global yang limbung, negara ini diperkirakan masih mampu meraih pertumbuhan ekonomi 5,8 persen pada 2012.

Terlepas dari apa pun motif di balik survei tersebut, bagaimanapun hasil yang sudah dirilis itu tambah memoles wajah cerah kaum muda Indonesia awal 2012. Sebelumnya, rona serupa diperlihatkan kaum muda dalam usaha membuat laptop, sepeda motor, mobil, bahkan pesawat terbang. Mencuat dari Solo, mungkin karena campur tangan wali kotanya, ciptaan-ciptaan SMK itu ditemui di Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Medan, Batam, bahkan Dumai, kota nun jauh di perbatasan Indonesia-Malaysia.

Hal-hal di atas bagai bertolak belakang dengan wajah kaum muda Indonesia yang berbulan- bulan sebelumnya terkesan babak belur sehingga kemunculannya jadi amat kontras. Mulai dari kisah dugaan korupsi PNS muda sampai kasus sandal jepit di Palu. Juga bagaimana lebih dari 6.200 kaum muda berusia di bawah 17 tahun mendekam di penjara sebagai narapidana, ”dilengkapi” dugaan siksaan, seperti terlihat pada kasus Sijunjung, Sumbar.

Orang pun masih ingat survei Komnas Perlindungan Anak Indonesia (2010) yang menyebutkan bahwa 62,7 persen dari 4.500 responden usia muda pada 33 provinsi sudah melakukan hubungan seks luar nikah.

Intip pula sejenak survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia yang dipublikasikan Oktober 2011. Terlihat, misalnya, bagaimana 75,2 persen dari 1.200 responden kaum muda tak menaruh harapan pada politikus muda sebagai penyelenggara negara. Tegasnya, kinerja sebagian besar politikus muda dinilai buruk oleh orang yang boleh dikatakan seusia dengan mereka sendiri.

Anas Urbaningrum yang sekitar 12 tahun lalu dinilai begitu brilian, pada usia yang berangkat dewasa, 42 tahun, justru lebam- lebam karena berbagai tudingan, termasuk dari bekas orang dekatnya, M Nazaruddin, dalam kasus wisma atlet SEA Games.

Energi

Masa lalu tentu tak akan tinggal begitu saja. Ia akan jadi bahan pelajaran dan diselesaikan dengan norma-norma yang sudah disepakati. Akan tetapi, masa depan adalah pertaruhan untuk kehidupan yang lebih baik.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa hasil survei asing di atas, yang berjalin dengan kabar kreativitas SMK, mampu menambah energi kita dalam melangkah ke depan dengan penuh rasa percaya diri. Bahwa ternyata kita mampu melakukan berbagai pencapaian bagi pemartaban manusia, di samping perbaikan-perbaikan di dalam diri kita dengan batas-batas semaksimal mungkin.

Orang bijak dari kalangan psikologi-sosial selalu mengatakan, suatu upaya yang dilakukan dengan rasa percaya diri telah menyebabkan sebagian keberhasilan berada dalam genggaman. Ini akan menumbuhkan pikiran-pikiran positif untuk menggapai hajat yang telah ditancapkan. Pikiran kita akan tertuju pada keberhasilan sehingga acap kali kita mendengar bahwa keberhasilan seseorang akan sangat bergantung pada apa yang dipikirkan.

Bandingkanlah kalau kita menghendaki sesuatu, tetapi sejak awal kita merasa tidak mungkin meraihnya: bukankah akan menjadi beban mental berkepanjangan? Waktu, misalnya, akan menjadi amat tidak produktif karena hal tersebut mendorong turunnya kegairahan aktivitas. Permasalahan-permasalahan pun akan timbul, yang tentu juga mengundang hal-hal buruk.

Begitu akan terus-menerus, jalin-berjalin, yang tak akan ditemui titik ungkai penyelesaian. Akhirnya kita akan berada di tempat tanpa banyak berbuat bagi kemajuan diri sendiri.
Perihal kita harus memelihara contoh kepercayaan diri yang ikut tersibak dalam diri kaum muda pada awal tahun ini, tentulah persoalan lain lagi. Yang jelas, wajah kaum muda sudah terlihat demikian, bagaimana pula wajah kaum di atasnya? Barangkali mungkin perlu ada survei lain untuk menjawabnya. ●

◄ Newer Post Older Post ►