Komitmen Pemimpin Membangun Bangsa


Komitmen Pemimpin Membangun Bangsa
Haryono Suyono, KETUA YAYASAN DAMANDIRI
Sumber : SINDO, 13 Februari 2012




Salah satu syarat keberhasilan suatu pembangunan adalah adanya perumusan sasaran dan upaya yang akan dijalankan dengan tepat, komitmen yang tinggi dari pimpinan pemerintahan, jaringan pelaksana yang ikhlas dan cekatan serta partisipasi seluruh rakyat yang berpikir positif dan ikhlas menyambut gagasan dan upaya yang dikembangkan tersebut. Apabila upaya yang dirumuskan itu tidak didukung komitmen politik yang tinggi, yang mendorong dukungan sumber daya manusia dan dana yang memadai, mustahil akan mencapai hasil yang diharapkan.

Contoh nyata yang membawa hasil di masa lalu adalah pelaksanaan Program Keluarga Berencana (KB) yang pada awalnya dianggap menentang budaya yang subur di masyarakat luas bahwa banyak anak banyak rejeki. Tetapi, dengan sangat hati-hati masyarakat diajak berpikir positif dengan disertai komitmen yang tinggi dari Kepala Negara bahwa pembangunan yang bertujuan meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan keluarga haruslah dilakukan oleh keluarga yang ramping, dinamis dan tidak terlalu dibebani dengan tanggungan di luar kemampuan masing-masing.

Dengan komitmen yang tinggi dari Kepala Negara, rakyat bukan dilarang mempunyai anak, tetapi diajak mengusahakan agar setiap keluarga mempunyai jumlah anak yang mudah dikembangkan masa depannya yang lebih sejahtera. Slogan dua anak cukup, laki perempuan sama saja, diikuti dengan makin melimpahnya fasilitas pendidikan dan kesehatan yang baik bagi balita merupakan ajakan kepada setiap keluarga agar mempunyai anak yang sehat dan cerdas, agar masa depannya lebih bahagia dan sejahtera.

Ajakan tersebut bukan merupakan sesuatu yang sulit dipenuhi, karena pada saat yang sama di mana-mana disediakan fasilitas sesuai ajakan tersebut. Disediakan juga sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan atas, yang dibangun dengan gegap gempita melalui sistem instruksi presiden (Inpres). Ini suatu kenyataan yang jelas dilihat oleh rakyat banyak.

Ajakan indah itu didukung jaringan gotong royong masyarakat secara luas seakan seribu sahabat tidak cukup dan dihindari musuh, seakan seorang musuh yang anti kegiatan dianggap terlalu banyak. Sahabat yang banyak itu merupakan jaringan yang saling isi mengisi, saling memberi kepercayaan dan saling bisa memuaskan siapapun yang menjadi sasaran pembangunan yang berkelanjutan. Usaha yang berhubungan dengan keluarga bukan seperti membuat sebuah jembatan, begitu selesai dibangun segera siap dilalui kendaraan setiap hari. Pembangunan keluarga harus dilakukan dengan tekun, penuh kasih sayang dan berkelanjutan.

Begitu halnya dengan masalah kemiskinan yang kita hadapi dewasa ini. Apabila kita ingin mengentaskan kemiskinan seharusnya upaya untuk mencapai tujuan itu dikembangkan sebagai gerakan masyarakat yang meluas dengan mengajak semua kalangan dengan sungguh-sungguh.

Karena itu, berbagai syarat untuk gerakan masyarakat perlu dipertimbangkan dengan matang dan diterapkan dengan mantab. Penggarapan pengentasan kemiskinan dewasa ini belum seluruhnya mempertimbangkan persyaratan yang gegap gempita dengan komitmen yang tinggi. Perumusan masalahnya cukup tajam, lebih-lebih dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 3 tahun 2010 yang menggariskan pembangunan yang berkeadilan. Yakni, pembangunan yang mengacu pada pembangunan pro rakyat dengan titik sentral keluarga, anak dan perempuan.

Sayangnya berbagai lembaga pemerintah yang diserahi tugas untuk mengembangkan sikap positif masyarakat kurang bergerak cepat. Karena, umumnya mengandalkan pada upaya yang cenderung dikontrakkan kepada suatu lembaga yang dianggap transparan dan akuntabel.

Jiwa semangat gotong royongnya sering sengaja atau tidak, dibuat makin menipis karena sikap yang dibebani oleh banyak hal yang berhubungan dengan sistem administrasi yang kaku dan tidak fleksibel. Para pemimpinnya bukan mencari terobosan dengan tetap berjiwa positif tetapi menjadi takut melanggar aturan yang dibuat sendiri oleh rekan birokrasi, yang tanpa menyadari kekuatan maha dahsyat yang dimiliki rakyat banyak. 

Penggerak pembangunan menjadi apatis atau melakukan tugas sekedarnya asal selamat dan tidak melakukan tindakan yang dianggap melanggar aturan. Praktek seperti ini sangat tidak cocok dengan gerakan yang diperlukan untuk pengentasan kemiskinan yang berat dan harus dilakukan secara bersama. Apalagi jaringan kemasyarakatan yang sangat kuat di lapangan seperti pos pemberdayaan keluarga (posdaya) yang sedang berkembang malah tidak mendapat pengakuan yang wajar. Gagasan Menko Kesra Agung Laksono untuk segera memadukan program-programnya dengan program PNPM Mandiri sungguh suatu kemajuan yang sangat baik. Lebih-lebih lagi langkah-langkah yang diambil oleh ibu-ibu pimpinan dan anggota Solidaritas Isteri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) memadukan programnya perlu disambut dengan rasa syukur yang luar biasa.

Kalau pikiran-pikiran positif seperti ini dikembangkan dengan kesadaran yang tinggi dan diikuti oleh berbagai kalangan yang makin meluas, maka jaringan dengan dukungan komitmen yang tinggi akan mampu mengatasi rasa enggan dari masyarakat luas untuk berpartisipasi. Kebiasaan memberikan dukungan yang bersifat charity atau belas kasihan dengan memberikan bantuan secara tunai yang mendorong kemanjaan harus segera diakhiri dan diganti dengan proses pemberdayaan yang disertai kerja cerdas dan keras. Masyarakat diajak bergotong royong bekerja keras membangun kebersamaan dan kepedulian, sehingga anak bangsa ini kembali bersatu serta mandiri membangun bangsanya.

Langkah-langkah positif disertai dengan komitmen yang tinggi itu akan mampu membangun jaringan dengan partisipasi yang ikhlas dan menghasilkan keluarga yang bebas dari kemiskinan secara lestari.

◄ Newer Post Older Post ►