Uji Keberanian Abraham
Sumaryoto, ANGGOTA DPR FRAKSI PDI PERJUANGAN
Sumber : SUARA MERDEKA, 14 Februari 2012
KURSI panas Ketua KPK Abraham Samad kini bertambah panas ketika beberapa petinggi partai berkuasa ditetapkan menjadi tersangka. Abraham bahkan bak duduk di atas bara. Selain intervensi dan tekanan eksternal, dia juga harus menghadapi resistensi internal. Kecuali itu, ekspektasi publik terhadapnya yang begitu tinggi kian menambah panas kursinya.
Intervensi dan tekanan eksternal bisa datang dari partai yang kadernya berurusan dengan KPK. Reistensi internal datang dari kolega, sesama pimpinan KPK. Lihat saja, ketika mengumumkan status Angelina Sondakh sebagai tersangka, Abraham hanya ditemani Kabag Pemberitaan Priharsa Nugraha. Saat mengumumkan Miranda S Goeltom sebagai tersangka kasus cek perjalanan, dia pun tampil solo. Ke mana empat pemimpin KPK lainnya?
Dua dari lima pemimpin KPK disebut-sebut tidak setuju dengan penetapan Angie sebagai tersangka. Hal ini disinyalir terkait dengan proses pemilihan pemimpin KPK di DPR. Diduga ada politik etis atau politik balas budi sehingga hubungan pemimpin KPK itu dengan fraksi di DPR pun ibarat relasi patron-klien.
Kini, setelah menetapkan M Nazaruddin dan kemudian Angie sebagai tersangka kasus wisma atlet SEA Games 2011, Abraham ditantang menetapkan Anas Urbaningrum, yang namanya kerap disebut dalam persidangan Nazar, sebagai tersangka. Bahkan bukan hanya Anas, melainkan juga mereka yang oleh LSI disebut Pandawa Lima (sejatinya istilah ini tidak pas mengingat Pandawa menyimbolkan kebaikan), dan dua di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka. Beranikah Abraham?
Dalam berbagai kesempatan, Abraham menyatakan bahwa penegakan hukum bukan masalah berani atau tidak melainkan soal alat bukti. Sepanjang cukup alat bukti, sesuai prinsip equality before the law, siapa pun bisa ditetapkan sebagai tersangka.
Alat bukti? Hanya penyidik yang tahu. Apakah ada jaminan penyidik KPK bekerja profesional, objektif, dan independen sehingga bisa menemukan alat bukti itu? Ingat sejumlah penyidik KPK berasal dari kejaksaan dan kepolisian yang selama ini, maaf, dikenal belum bersih dan sering tidak independen. Mestinya KPK juga mengedepankan logika dan akal sehat, dua hal yang tak pernah bisa disembunyikan.
Tiga Kasus Besar
Dari sisi legal formal, boleh saja Abraham mendalihkan pada alat bukti. Tapi bukankah alat bukti bisa dicari, dan bila sudah ditemukan bisa saja dimunculkan atau sebaliknya disembunyikan, bergantung niat penyidik? Sejumlah kasus yang menyeret nama petinggi partai, baik dalam BAP maupun keterangan terdakwa di persidangan, banyak yang justru ditenggelamkan KPK dengan melawan logika dan akal sehat. Dalihnya satu: alat bukti!
Begitu pun dalam kasus Bank Century, di mana rapat paripurna DPR 3 Maret 2011 memutuskan kebijakan bail out Rp 6,7 triliun melanggar hukum. Mengapa setelah hampir setahun kasus ini dilaporkan, KPK tak kunjung menetapkan tersangka?
Apakah Abraham dan pemimpin KPK lainnya takut di-Baharuddin Lopa-kan atau di-Antasari Azhar-kan? Kita tidak tahu. Dalam kasus Wisma Atlet, misalnya, bukankah pemimpin tertinggi di partai berkuasa mempersilakan siapa pun yang diduga terlibat, diusut tuntas? Bahkan KPK didesak mempercepat penanganan kasus ini karena bila berlarut-larut akan merongrong citra partai itu menghadapi Pemilu 2014.
Kini, keputusan ada di tangan Abraham. Apakah kursi panas yang ia duduki itu bisa didinginkan dengan menuntaskan kasus-kasus yang sementara ini bolehlah kita jadikan test case, yakni cek perjalanan, Century, dan wisma atlet? Kita sepakat KPK bekerja berdasarkan alat bukti, juga logika dan akal sehat sehingga tidak bisa dihambat atau didorong oleh kepentingan politik mana pun.
Abraham yang saat fit and proper test di Komisi III DPR berjanji pulang kampung bila dalam tempo setahun tidak behasil memimpin KPK, tak perlu muluk-muluk. Cukup tiga kasus itu yang jadi indikator keberhasilannya memimpin. Bila tak berhasil, selain akan dipermalukan karena telanjur berjanji, harapan rakyat yang terlalu tinggi terhadapnya bisa membakar Abraham bersama kursinya. Kursi panas itu juga bisa membakar Anas, bahkan Partai Demokrat, bila penanganan kasus wisma atlet berlarut-larut sampai mendekati Pemilu 2014. ●