Dasar Bubarkan Ormas Anarkistis


Dasar Bubarkan Ormas Anarkistis
Hasibullah Satrawi, ALUMNUS AL-AZHAR, KAIRO, MESIR; TINGGAL DI JAKARTA
Sumber : JAWA POS, 15Februari 2012


KETEGASAN masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) dalam menolak kehadiran Front Pembela Islam atau FPI (11/2) menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih menyadari pentingnya melestarikan kerukunan bangsa yang majemuk.

Telah maklum bersama, FPI merupakan salah satu ormas yang kerap terlibat dalam sejumlah aksi kekerasan, khususnya aksi kekerasan yang bernuansa agama. Sebagian pihak telah mendesak pemerintah dan aparat keamanan untuk membubarkan ormas anarkistis (termasuk FPI). Bahkan, pembubaran ormas anarkistis pernah disarankan Kapolri, waktu itu, Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri di DPR (Media Indonesia, 31/8/10). Tapi, faktanya, saran itu tak dilaksanakan hingga hari ini.

Setidaknya ada dua alasan penting bagi pembubaran ormas anarkistis. Pertama, alasan kebangsaan. Dari segi kebangsaan, cara-cara anarkistis yang kerap dilakukan ormas keagamaan (termasuk FPI) dalam menghadapi masalah tertentu merupakan ancaman serius bagi kerukunan. Terutama dalam menghadapi perbedaan yang bersifat keyakinan dan keagamaan.

Bangsa ini ada bukan untuk menjadi "area perang" bagi segenap warganya karena alasan perbedaan tertentu. Sebaliknya, bangsa ini ada untuk menjadikan warna-warni perbedaan yang ada sebagai "pelangi kehidupan" nan indah. Inilah yang oleh almarhum Cak Nur disebut dengan istilah kemajemukan sebagai nikmat. Jangankan melakukan kekerasan, sebaiknya kita mengambil hikmah dan rahmat dari semua perbedaan ini.

Islam Jadi Korban

Kedua, alasan keislaman. Bisa dikatakan, Islam adalah korban utama dari berbagai macam aksi anarkistis yang dilakukan ormas keagamaan seperti FPI. Mengingat aksi anarkistis yang dilakukan ormas keagamaan kerap dilakukan atas nama agama (khususnya ajaran amar makruf dan nahi mungkar). Padahal, Islam tidak membenarkan aksi kekerasan hanya karena sebuah perbedaan atau atas nama dakwah. Bahkan, dalam konteks membela diri sekalipun, Islam lebih mengutamakan pengampunan daripada membalas (wan ta'fu khairun lakum).

Dalam sebuah hadis, contohnya, disebutkan bahwa Tuhan adalah Dzat Yang Mahalembut, menyukai kelembutan dan memberikan sejumlah keistimewaan pada kelembutan yang tak diberikan pada aksi kekerasan. Bahkan, Imam Ali bin Abi Thalib pernah meriwayatkan hadis Rasulullah yang menegaskan bahwa akan banyak perbedaan setelah beliau meninggal dunia. Dalam menghadapi berbagai perbedaan yang ada, Rasulullah menyuruh sahabat Ali bin Abi Thalib agar senantiasa memilih dan mengedepankan perdamaian, meskipun harus mengerahkan segenap kemampuan.

Bahkan, ajaran amar makruf (menyeru pada kebaikan) dan nahi mungkar (mencegah kemungkaran) pun harus dijalankan sesuai dengan semangat kerukunan (bukan semangat kekerasan seperti yang kerap dilakukan ormas anarkistis). Apa yang disampaikan Syekh Ali Muhammad Ali Syarif dan Syekh Usamah Ibrahim Hafiz menarik untuk diperhatikan. Dalam sebuah bukunya berjudul An-Nushuh wa At-Tabyin fi Tashihi Mafahimi Al-Muhtasibin (Nasihat bagi Penegakan Amar Makruf Nahi Mungkar), dua ulama Jamaah Islamiyah (JI) Mesir yang telah bertobat dari berbagai macam aksi kekerasan ini menegaskan, ajaran amar makruf dan nahi mungkar tidak boleh dilakukan dengan semangat mencari-cari kemungkaran atau kesalahan orang lain. Para penegak syariat hanyalah berkewajiban menyikapi kemungkaran yang tampak di depan mata, bukan keburukan atau kemungkaran yang tersembunyi di balik tembok atau di dalam kamar (hal. 63).

Dalam bukunya berjudul, Ihya`u Ulumi ad-Din, Imam Al-Ghazali yang menjadi panutan mayoritas umat Islam di Indonesia melansir sebuah cerita menarik terkait dengan penegakan amar makruf dan nahi mungkar. Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah mengintai seseorang yang sedang melakukan kemaksiatan/keburukan di dalam rumahnya dari atap.

Saat diinterogasi, orang tersebut menjawab: saya mungkin benar telah melakukan kemaksiatan/keburukan di dalam rumah. Tapi saya pastikan, itu hanya satu kemaksiatan/keburukan. Sedangkan Anda (sahabat Umar) dengan melakukan penegakan amar makruf dan nahi mungkar seperti ini melakukan tiga kemaksiatan/keburukan sekaligus.

Pertama, Anda mencari-cari kesalahan orang lain atau mengintip. Padahal, Alquran melarang perbuatan ini, sesuai dengan ayat yang berbunyi, ... wala tajassasu... (jangan mencari-cari kesalahan orang lain, QS Al-Hujurat [49]: 12). Kedua, Anda datang ke rumah orang lain tidak melalui pintu (mengingat sahabat Umar mengintip dari atap rumah sebagaimana di atas). Padahal, Alquran memerintahkan, ... wa'tul buyuta min abwabiha ... (masuklah ke rumah orang lain melalui pintu, QS Albaqarah [2]: 189).

Ketiga, Anda datang ke rumah orang lain tanpa mengucapkan salam (baca: assalamualaikum). Alquran memerintahkan: ... wa tusalimmu ala ahliha... (janganlah kalian memasuki rumah orang lain tanpa mengucapkan salam kepada penghuninya, QS An-Nur [24]: 27).

Inilah yang kerap diabaikan para aktivis ormas anarkistis dalam menjalankan perjuangan keagamaan. Hingga aksi anarkistis mereka mendapatkan kecaman dari banyak pihak (termasuk dari masyarakat Kalteng dalam konteks FPI). Bahkan, tak jarang Islam pun menjadi korban dari aksi anarkistis mereka, sebagaimana disampaikan di atas. Sudah sepantasnya bila ormas anarkistis dibubarkan. ●

◄ Newer Post Older Post ►