Skenario Konferensi Pers Presiden


Skenario Konferensi Pers Presiden
Tomy C. Gutomo, WARTAWAN JAWA POS, PERNAH BERTUGAS DI ISTANA PRESIDEN
Sumber : JAWA POS, 15Februari 2012


BANYAK yang kecewa menyaksikan tanya jawab Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan wartawan di Istana Negara pada Senin malam (13/2). Dingin dan tidak ada gereget. Jawaban-jawaban presiden begitu aman dan seperti biasa, normatif. Wartawan yang hadir di Istana Negara malam itu mungkin juga bingung sendiri memilih angle berita yang menarik untuk ditulis.

Saat tanya jawab antara presiden dan wartawan yang disiarkan langsung oleh beberapa stasiun televisi nasional itu berlangsung, berbagai kicauan berseliweran di Twitter maupun Facebook. Ada yang mengkritik wartawan istana terlalu santun kepada presiden, pertanyaannya kurang ''menggigit'', dan seperti sudah di-setting. Namun, saya yakin, wartawan istana malam itu tidak sedang ''diamankan'' oleh istana. Sebab, wartawan istana yang saya tahu selama ini, setidaknya setelah reformasi, cukup kritis dan memiliki idealisme.

Tapi, apakah tanya jawab SBY dan wartawan malam itu sudah diskenario? Itu memang menjadi pertanyaan banyak pihak. Dari pengalaman saya ngepos di istana pada periode pertama kepemimpinan SBY (2004-2009), nyaris tak ada konferensi pers yang alami. Biasanya ada dua skenario ketika presiden mengadakan konferensi pers.

Skenario pertama, juru bicara presiden -saat itu Andi Mallarangeng- telah membuat sejumlah pertanyaan. Kemudian, pertanyaan tersebut dititipkan kepada sejumlah wartawan yang dia percaya. Saat sesi tanya jawab, Andi akan menunjuk wartawan-wartawan yang sudah dipilih tadi.

Skenario kedua, beberapa jam sebelum konferensi pers dimulai, staf biro pers dan media rumah tangga kepresidenan meminta wartawan mengirimkan SMS pertanyaan yang akan diajukan kepada presiden. Sekian pertanyaan itu akan diseleksi dan dipilih Jubir presiden. Saat sesi tanya jawab, Jubir tinggal menunjuk wartawan yang pertanyaannya sudah terpilih tersebut. Karena itu, di layar kaca, presiden terlihat sangat menguasai semua materi yang ditanyakan wartawan.

Lalu, konferensi pers Senin malam itu menggunakan skenario yang mana? Menurut informasi dari teman-teman yang meliput di istana, biro pers dan media menggunakan skenario kedua. Kali ini lebih parah. Pertanyaan dari wartawan di-listingsejak seminggu sebelum acara tanya jawab digelar. Jadi, wartawan yang ditunjuk Julian Adrian Pasha, Jubir presiden, malam itu adalah wartawan yang pertanyaannya terpilih oleh pihak istana.

Skenario itu mungkin bertujuan untuk meminimalkan berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan. Misalnya, menghindarkan pertanyaan wartawan yang kurang bermutu atau pertanyaan yang tidak berkaitan dengan tugas-tugas presiden. Juga, untuk menghindarkan pertanyaan yang bisa menjatuhkan wibawa presiden.

Namun, akibatnya, yang terlihat di layar kaca Senin malam lalu justru wartawan yang menuai kritik dari publik. Sebab, publik menaruh harapan besar kepada wartawan saat itu untuk ''memaksa'' SBY menjelaskan berbagai isu terkini secara gamblang.

Wartawan di istana tak bisa begitu saja disalahkan dalam kasus tersebut. Pertanyaan yang diajukan wartawan sudah cukup bagus. Namun, sistem tanya jawab malam itu jelas menguntungkan SBY. Selain sudah diskenario, terlalu banyak isu yang diangkat, sehingga tidak fokus. Ada 16 pertanyaan yang diajukan wartawan malam itu dalam waktu 90 menit.

Satu faktor lagi, konferensi pers berlangsung saat malam, yakni pukul 20.00-21.00 WIB. Bagi media cetak, itu tentu sudah mendekati deadlinepukul 24.00. Karena itu, konsentrasi wartawan sudah bercabang antara mengejar berita dan mengejar deadline.

Ke depan, sebaiknya wartawan bisa memiliki bargaining positionyang lebih kuat dengan istana. Jangan mau mengikuti skenario yang dibuat biro pers dan media. Tolak segala bentuk setting-an.

Wartawan istana harus kompak. Misalnya, menentukan tiga isu penting yang akan ditanyakan. Tiga isu itu harus dijawab tuntas oleh presiden. Ketika jawaban presiden belum memuaskan, wartawan yang lain bisa mempertajam. Tidak seperti konferensi pers Senin malam lalu, jawaban presiden tidak bisa dipertanyakan lagi oleh wartawan.

Saya yakin, kalau wartawan kompak, pihak istana bisa menerima. Dulu pernah terjadi, kamerawan TV kompak menolak setting-an biro pers dan media. Akhirnya, SBY mengalah dan mengikuti skenario kamerawan TV. Sudah saatnya skenario konferensi pers di istana diakhiri. Masyarakat sudah semakin cerdas dan bisa menilai perilaku pemimpinnya. ●

◄ Newer Post Older Post ►