Menyambut OJK


Menyambut OJK
Anas Urbaningrum, KETUA UMUM DPP PARTAI DEMOKRAT  
Sumber : SINDO, 22 Februari 2012


Babak awal proses seleksi anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi dimulai. Sebanyak 87 nama calon yang lolos seleksi awal sudah diumumkan.
Nama-nama ini akan diseleksi lagi oleh panitia yang dipimpin langsung oleh Menteri Keuangan Agus Martowardojo untuk diserahkan 21 nama kepada Presiden. Dari Kantor Presiden akan dipilih 14 nama untuk kemudian diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,yang akan memilih tujuh nama untuk diangkat dan ditetapkan sebagai anggota Dewan Komisioner. Proses seleksi ini merupakan satu milestones bagi lembaga independen OJK.

Pembentukannya telah disahkan secara formal dengan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011. Proses perencanaan dan pematangan kelembagaan ini telah berjalan cukup lama,dari saat krisis 1997/98 dan kemudian dimandatkan secara formal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, hingga akhirnya terbentuk dan ditetapkan secara resmi pada Oktober tahun lalu. OJK didesain sebagai sebuah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. Ia juga memiliki kewenangan sangat luas yang meliputi pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan keseluruhan sektor keuangan dan perbankan.

Dengan kata lain,OJK akan melingkupi sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Dus, OJK bertanggung jawab mengawasi pengelolaan keseluruhan asetaset di sektor keuangan di Indonesia. Landasan pemikiran utama dari pembentukan OJK adalah menciptakan pengawasan sektorkeuangan yang terintegrasi. Dewasa ini globalisasi sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi dan inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang kompleks, dinamis, dan saling terkait antarsubsektor.

Pembentukkan OJK juga untuk menciptakan lembaga pengawas sektor keuangan yang independen dan kredibel dalam melaksanakan tugasnya. Independensi ini penting untuk mencegah benturan kepentingan antara berbagai aktor yang berinteraksi di pasar. Independensi kelembagaan OJK juga meminimalisasi potensi intervensi pihakpihak tertentu, termasuk pemerintah dalam pengawasan sektor keuangan. Satu hal lain yang menarik dari reformasi keuangan dan pembentukkan OJK adalah dimasukkannya pendidikan dan perlindungan konsumen sebagai nomenklatur pengawasan pada sektor finansial.

Satu langkah positif yang patut diapresiasi mengingat masih sedikit terabaikannya aspek ini dalam supervisi lembaga keuangan. Fokus pengawasan yang ada selama ini cenderung terpusat pada aspek prudential dari lembaga keuangan yang ada. Sementara kepentingan konsumen sebagai bagian terpenting dari keberadaan sektor keuangan belum begitu diperhatikan.

Langkah Awal

Keberadaan OJK merupakan mata rantai dari proses reformasi sektor keuangan Indonesia secara menyeluruh. Dengan paripurnanya kelembagaan OJK, reformasi kelembagaan lain di sektor keuangan juga dipastikan menyusul.Keberadaan OJK meniscayakan penataan ulang fungsi dan wewenang lembaga-lembaga yang memiliki otoritas di sektor keuangan lainnya, melalui revisi berbagai peraturan dan perundang-undangan terkait. Salah satunya perubahan Undang-Undang tentang Perbankan dan Bank Indonesia.

Satu penjabaran lebih lanjut soal pembagian kewenangan dan bentuk koordinasi antara OJKdan BI diperlukan.Setelah pembentukan lembaga ini, OJK bertanggung jawab terhadap pengawasan mikro (microprudential) perbankan. Sementara BI memiliki otoritas dalam mengatur dan mengawasi aspek makro (macroprudential) perbankan seperti penetapan BI Rate,FasBI, Giro Wajib Minimum, dan kebijakan moneter lainnya. Persoalannya, kebijakan moneter dan macroprudential perbankan yang dilakukan BI membutuhkan informasi akurat tentang kondisi aktual individu bank. Ini merupakan ranah dari pengawasan microprudential yang dimiliki OJK.

Pada titik ini dibutuhkan formulasi secara detail bentuk koordinasi antara OJK dan BI melalui revisi Undang-Undang Perbankan untuk mencegah persoalan di kemudian hari. Begitu pula dengan beralihnya tanggung jawab pengawasan microprudential dari BI ke OJK,diperlukan satu redefinisi dari peran BI. Dalam hemat kami, dengan sumber daya yang dimiliki saat ini, peran dan misi BI perlu diperluas bukan hanya pada kewajiban mengawal tingkat inflasi nasional yang selama ini ditempuh melalui kebijakan inflation targeting framework (ITF).

Namun, BI juga perlu diberikan peran dan tanggung jawab terhadap misi lain seperti penciptaan lapangan kerja nasional dan percepatan tingkat pertumbuhan ekonomi. Revisi Undang-Undang BI hanya salah satu aspek reformasi sistem keuangan yang terkait dengan OJK.Beberapa revisi kelembagaan atau formulasi peraturan lain yang terkait di bidang keuangan, seperti revisi Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), juga perlu dilakukan. Demikian pula detail pengaturan hubungan antarlembaga dalam payung Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan perlu dijabarkan lebih lanjut.

Hal-hal mendasar terkait relasi kelembagaan ini memang sudah diatur dalam Undang- Undang OJK. Namun, detail aturan perlu ditetapkan lebih lanjut dengan mengantisipasi revisi terkait pada kelembagaan BI dan LPS. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan OJK merupakan awal dari penataan ulang sistem keuangan nasional yang lebih efisien, stabil dalam arti kebal terhadap guncangan, dan berkeadilan. Muara dari penataan ini adalah perbaikkan fungsi intermediasi dan peningkatan peran lembaga keuangan nasional pada pembangunan nasional.

Dengan OJK sebagai awal penataan, berbagai lembaga jasa keuangan diharapkan memberikan kontribusi yang lebih signifikan dalam penyediaan dana untuk pembangunan ekonomi nasional. Pada akhirnya percepatan pertumbuhan ekonomi yang berujung pada peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat dapat tercapai secara lebih berkeadilan.
◄ Newer Post Older Post ►