Karya Ilmiah Kunci Sukses Sarjana


Karya Ilmiah Kunci Sukses Sarjana
(Wawancara)
Djoko Santoso, DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI KEMENDIKBUD
Sumber : SINDO, 21 Februari 2012



Imbauan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tinggi (Kemendikbud) tentang keharusan mahasiswa sarjana dan pascasarjana menulis karya ilmiah di jurnal nasional atau internasional sebagai syarat kelulusan menimbulkan prokontra.

Mayoritas kalangan perguruan tinggi keberatan syarat tersebut. Nah, sebenarnya apa yang diinginkan pemerintah terkait imbauan tersebut. Berikut wawancara SINDO dengan Dirjen Dikti Djoko Santoso.

Apa latar belakangnya adanya surat edaran yang Anda buat?

Budaya akademik di Indonesia itu harus diubah dari budaya tutur menjadi budaya menulis. Budaya tutur itu berdasarkan sejarah dimulai dari Socrates.Namun,dia tidak menulis karena yang menulis itu Plato dan Aristoteles.Tapi itu kan dulu, masa Indonesia sampai sekarang masih ingin mempertahankan budaya tutur.

Maka kita harus mulai dengan budaya menulis yang ada standarnya secara baku tidak boleh dilanggar. Itu namanya menulis karya ilmiah. Jadi, karya ilmiah itu harus bisa dibuktikan sumbernya berdasarkan dalil-dalil ilmiah. Nanti kalau ada yang tidak tepat akan diketahui mana yang salah.

Namun, sekarang menjadi polemik di kalangan kampus?

Sekarang ini menjadi tanggung jawab kami untuk memberikan pemahaman yang baik tentang karya ilmiah itu apa dan membuatnya seperti apa. Untuk para akademisi, itu tidak sulit dan pasti bisa melakukannya. Sarjana ini sebetulnya adalah suatu proses pengalaman akademik pada jenjang pendidikan perguruan tinggi untuk bisa melakukan seperti itu. Kunci sukses sarjana, magister, dan doktor itu adalah di karya ilmiah.Tidak ada yang lain dan karya ilmiah itu bukti yang abadi.

Tapi mengapa sarjana ikut diwajibkan?

Untuk tingkat sarjana sebaiknya pernah menulis, satu saja juga sudah cukup. Yang ditulis itu yakni penelitian asli, meskipun levelnya masih sederhana, misalnya praktikum di laboratorium, kerja lapangan, mencari data sederhana, dan lainnya.

Kalau yang magister dan doktor?

Itu kan cukup jurnal nasional dan terakreditasi. Memang yang terakreditasi hingga saat ini baru ada 201. Tapi yang belum terakreditasi kan siapa saja bisa membuatnya di jurnal nasional, dan itu tidak sulit dibuat dan kriteria utama jurnal nasional itu reviewer- nya secara nasional.

Banyak kampus swasta yang terkesan seram dengan kewajiban membuat karya ilmiah ini?

Itu artinya saya harus mawas diri.Tanggung jawab yang harus saya kerjakan masih besar. Kalau kita mengacu pada pernyataan mendikbud di Lumajang, memang diketahui mereka belum paham.Menteri pun memerintahkan ke saya harus bisa membuat mereka paham karya ilmiah itu bukan dedemit. Arti lain ialah kita belum bisa memberikan pemahaman yang baik. Khususnya saya yang akan bertanggung jawab dalam hal ini.

Bagaimana peringkat Indonesia dengan negara lain?

Berdasarkan data Scimagojr, Journal and Country Rank 2011 Indonesia berada di rangking 65 dengan jumlah 12.871 publikasi.Posisi kita di bawah Kenya dengan 12.884 publikasi. Di peringkat pertama itu Amerika dengan 5.285.514,bahkan Singapura yang negerinya kecil saja ada di posisi 32 dengan 108.522 publikasi.

Apa kendalanya sehingga kita kalah dengan mereka?

Kita memang tidak terbiasa mengekspresikan inovasi, karya,dan budi daya kita di dalam bentuk tulisan ilmiah sehingga bisa diurut kebenarannya tadi. Buktinya sekarang kan saya keluarkan cuma edaran sepele, tapi kebanyakan banyak yang kontra. Padahal, menulis di kalangan akademik itu merupakan hal yang biasa.

Untuk menerbitkannya,banyak pihak bilang tidak mudah?

Mereka mungkin masih dalam era ’70-an kalau kita menulis perlu bergudang-gudang jurnal dan buku.Itu tidak perlu karena zaman sekarang itu kan era digital. Mengirim data bisa lewat online dan bisa juga ditautkan dengan portal Garuda yang ada di Kemendikbud.Kalau nanti ada perguruan tinggi punya server sendiri dapat dia simpan di situ,tapi bisa di link ke jurnal portal Garuda sehingga dapat diakses di mana-mana. Cara membuatnya sendiri sudah kami edarkan di website Dikti.

Supaya tidak ada kebohongan dalam pembuatannya?

Itu gampang saja. Nanti kan ada search engine. Ada software yang bisa memeriksa mana yang sama dengan karya lain, dan software itu akan bekerja mencari semua data yang ada di dalam web.
◄ Newer Post Older Post ►