Citra Partai dan Kepentingan Pribadi
Karyudi Sutarjah P., TENAGA AHLI DPR
Sumber : SUARA MERDEKA, 21 Februari 2012
"Angie harus bertanggung jawab. Termasuk semua kader partai, mengingat kini dukungan untuk Demokrat anjlok ke angka 13,7% "
SUDAH menjadi tersangka, dimusuhi kawan-kawan pula. Begitulah nasib Angelina Sondakh, tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games 2011. Seperti halnya M Nazaruddin, sebelum KPK menetapkan Angie sebagai tersangka, banyak elite Partai Demokrat (PD) membelanya. Namun begitu KPK menetapkannya sebagai tersangka, elite partai balik badan, menyerang Putri Indonesia 2001 itu. Sebut saja Ruhut Sitompul dan Sutan Bhatoegana. Sebelum Nazar menjadi tersangka pun, Ruhut dan Sutan mati-matian membelanya.
Nasib yang menimpa Angie dan Nazar merupakan pembenaran atas premis Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain, homo homini lupus. Juga membuktikan di dunia politik tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan.
Ruhut, Sutan, dan elite Demokrat lainnya barangkali berkepentingan menjaga citra partai yang diklaim sebagai partai bersih. Dengan menyerang Angie, seakan mereka menunaikan misi suci membela partai, karena Angie dianggap nila setitik yang merusakkan susu sebelanga. Maka, sebagaimana Nazar, wanita itu pun harus disingkirkan.
Atau barangkali ada kawan Angie punya vested interest dan hidden agenda, dalam arti bila wanita itu tersingkir dari Badan Anggaran DPR, mereka bisa menggantikannya duduk di lahan basah?
Angie pun seakan dipingpong. Semula anggota Komisi X DPR itu dipindahkan ke Komisi III. Namun dengan dalih Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono marah, menilai pemindahan itu tidak cerdas, dan banyak anggota komisi yang membidangi hukum itu resisten, termasuk Ketua KPK Abraham Samad, partai pun memindahkannya ke Komisi VIII.
Belum juga masuk ke komisi itu, bahkan ada wacana dipindahkan lagi ke Komisi VI, ia sudah dikembalikan ke Komisi X. Seakan-akan merasa lebih suci, anggota Komisi III ramai-ramai menolak kehadiran Angie. Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil bahkan mengaku malu bila Angie duduk di komisinya. Lagi-lagi premis Hobbes dan adagium tak ada kawan atau lawan abadi di dunia politik menemukan kebenarannya.
Kekayaan Melonjak
Sikap resisten kawan Angie di DPR juga mengingatkan kita kisah pezina pada zaman Nabi Isa. Alkisah, warga yang marah mengadu kepada Isa dan memintanya merajamnya. Setelah pezina itu dipendam hingga sebatas leher, Isa yang lembut hati itu bertanya kepada warga yang hadir. Bagi yang merasa dosanya paling sedikit, dimintanya pertama melempar batu. Namun semua diam, tak seorang pun berani melempari wanita itu dengan batu yang disiapkan.
Dalam hal Angie, seandainya anggota DPR itu dibekali batu, jangan-jangan tak ada seorang pun mau melemparinya karena merasa pernah korupsi, sekecil apa pun. Banyaknya anggota DPR yang melonjak kekayaannya membuktikan hal itu. Bahwa kemudian KPK belum mencokok mereka, itu hanya soal peruntungan atau masalah waktu saja.
Bila riwayat Angie ini ditulis, bukan dimaksudkan pembelaan. Dia tak pantas dibela, dan siapa pun yang membelanya dianggap melawan arus, bahkan melawan akal sehat. Apalagi sejak menjadi anggota DPR tahun 2004, kini kekayaan Angie melonjak 1.000%. Ditambah berita ia bisa menghabiskan miliaran rupiah dalam sekejap belanja online. Tapi proporsionalitas harus ditegakkan. Sebagai manusia, martabatnya perlu dijaga.
Dunia selalu berputar ibarat roda pedati, kadang kita di atas kadang di bawah. Kemarin Angie disanjung para sahabat sehingga membuatnya lupa daratan. Kini giliran terpuruk, satu per satu sahabat menjauhinya. Ingatlah kata Hobbes, dan ingatlah adagium tak ada kawan atau lawan abadi. Angie harus bertanggung jawab. Termasuk semua kader partai, mengingat kini dukungan untuk Demokrat anjlok ke angka 13,7%, paling rendah sejak Pemilu 2009 (SM, 20/02/12). Dukungan tertinggi diberikan kepada Partai Golkar dengan 15,5% suara, dan PDIP menempati urutan ke-3 dengan 13,6%. ●
SUDAH menjadi tersangka, dimusuhi kawan-kawan pula. Begitulah nasib Angelina Sondakh, tersangka korupsi proyek wisma atlet SEA Games 2011. Seperti halnya M Nazaruddin, sebelum KPK menetapkan Angie sebagai tersangka, banyak elite Partai Demokrat (PD) membelanya. Namun begitu KPK menetapkannya sebagai tersangka, elite partai balik badan, menyerang Putri Indonesia 2001 itu. Sebut saja Ruhut Sitompul dan Sutan Bhatoegana. Sebelum Nazar menjadi tersangka pun, Ruhut dan Sutan mati-matian membelanya.
Nasib yang menimpa Angie dan Nazar merupakan pembenaran atas premis Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lain, homo homini lupus. Juga membuktikan di dunia politik tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan.
Ruhut, Sutan, dan elite Demokrat lainnya barangkali berkepentingan menjaga citra partai yang diklaim sebagai partai bersih. Dengan menyerang Angie, seakan mereka menunaikan misi suci membela partai, karena Angie dianggap nila setitik yang merusakkan susu sebelanga. Maka, sebagaimana Nazar, wanita itu pun harus disingkirkan.
Atau barangkali ada kawan Angie punya vested interest dan hidden agenda, dalam arti bila wanita itu tersingkir dari Badan Anggaran DPR, mereka bisa menggantikannya duduk di lahan basah?
Angie pun seakan dipingpong. Semula anggota Komisi X DPR itu dipindahkan ke Komisi III. Namun dengan dalih Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono marah, menilai pemindahan itu tidak cerdas, dan banyak anggota komisi yang membidangi hukum itu resisten, termasuk Ketua KPK Abraham Samad, partai pun memindahkannya ke Komisi VIII.
Belum juga masuk ke komisi itu, bahkan ada wacana dipindahkan lagi ke Komisi VI, ia sudah dikembalikan ke Komisi X. Seakan-akan merasa lebih suci, anggota Komisi III ramai-ramai menolak kehadiran Angie. Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil bahkan mengaku malu bila Angie duduk di komisinya. Lagi-lagi premis Hobbes dan adagium tak ada kawan atau lawan abadi di dunia politik menemukan kebenarannya.
Kekayaan Melonjak
Sikap resisten kawan Angie di DPR juga mengingatkan kita kisah pezina pada zaman Nabi Isa. Alkisah, warga yang marah mengadu kepada Isa dan memintanya merajamnya. Setelah pezina itu dipendam hingga sebatas leher, Isa yang lembut hati itu bertanya kepada warga yang hadir. Bagi yang merasa dosanya paling sedikit, dimintanya pertama melempar batu. Namun semua diam, tak seorang pun berani melempari wanita itu dengan batu yang disiapkan.
Dalam hal Angie, seandainya anggota DPR itu dibekali batu, jangan-jangan tak ada seorang pun mau melemparinya karena merasa pernah korupsi, sekecil apa pun. Banyaknya anggota DPR yang melonjak kekayaannya membuktikan hal itu. Bahwa kemudian KPK belum mencokok mereka, itu hanya soal peruntungan atau masalah waktu saja.
Bila riwayat Angie ini ditulis, bukan dimaksudkan pembelaan. Dia tak pantas dibela, dan siapa pun yang membelanya dianggap melawan arus, bahkan melawan akal sehat. Apalagi sejak menjadi anggota DPR tahun 2004, kini kekayaan Angie melonjak 1.000%. Ditambah berita ia bisa menghabiskan miliaran rupiah dalam sekejap belanja online. Tapi proporsionalitas harus ditegakkan. Sebagai manusia, martabatnya perlu dijaga.
Dunia selalu berputar ibarat roda pedati, kadang kita di atas kadang di bawah. Kemarin Angie disanjung para sahabat sehingga membuatnya lupa daratan. Kini giliran terpuruk, satu per satu sahabat menjauhinya. Ingatlah kata Hobbes, dan ingatlah adagium tak ada kawan atau lawan abadi. Angie harus bertanggung jawab. Termasuk semua kader partai, mengingat kini dukungan untuk Demokrat anjlok ke angka 13,7%, paling rendah sejak Pemilu 2009 (SM, 20/02/12). Dukungan tertinggi diberikan kepada Partai Golkar dengan 15,5% suara, dan PDIP menempati urutan ke-3 dengan 13,6%. ●