Indonesia Menjadi Tujuan Investasi


Indonesia Menjadi Tujuan Investasi
Umar Juoro, EKONOM
Sumber : REPUBLIKA, 26 Desember 2011


Sejak krisis ekonomi di AS pada 2008 dan Eropa sekarang ini membuat negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi semakin menarik bagi tujuan investasi. Pada 2011 ini diperkirakan investasi langsung (PMA) mencapai sekitar 13 miliar dolar AS dan investasi portofolio mencapai sekitar 10 miliar dolar.

Kemungkinan investasi masih tinggi pada tahun depan sekalipun kecenderungan ekonomi dunia melemah. Apalagi, dengan lembaga peringkat Fitch menaikkan peringkat Indonesia ke investment grade, lembaga peringkat lain kemungkinan akan juga mengikutinya.

Indonesia dipandang menarik sebagai tujuan investasi karena pertumbuhan ekonomi tinggi, stabilitas makro terjaga, serta pasar dalam negeri dan sumber daya alam yang besar. Selain itu, adanya stabilitas politik.

Aliran modal ke dalam negeri di satu sisi memberikan manfaat, terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, utamanya dalam bentuk investasi langsung. Namun, di lain sisi, aliran modal masuk membutuhkan alokasi pada kegiatan yang produktif. Jika tidak, itu hanya akan meningkatkan harga aset. Aliran modal juga membutuhkan sterilisasi oleh Bank Indonesia yang membutuhkan biaya tidak sedikit.

Peningkatan investasi membutuhkan kredit dolar di dalam negeri untuk membiayai realisasi investasi tersebut. Misalnya, untuk membiayai pengadaan alat berat di bidang pertambangan. Dalam kondisi sekarang ini, ketersediaan dana dolar di perbankan dalam negeri sangat ketat, terutama juga karena ketatnya dana dolar di tingkat internasional.

Belum pastinya keadaan ekonomi di Eropa dan AS membuat kemungkinan aliran modal keluar, terutama dalam bentuk portofolio, dapat membuat ketidakstabilan ekonomi. Lembaga keuangan Eropa dan AS mencari imbal hasil yang lebih tinggi, yaitu di negara berkembang. Namun, perbankan di negara maju dituntut untuk menambah modalnya. Dalam keadaan seperti ini, aliran modal masuk dan keluar menjadi rentan.

Negara lain berusaha membatasi aliran modal ini untuk mencegah terjadinya bubble atau kenaikan harga aset yang berlebihan. Negara-negara seperti Cina, India, Malaysia, dan Thailand menerapkan semacam capital control. Mereka berusaha menghindar dari bubble. Konsekuensinya modal mengalir ke negara lain yang tidak menerapkan capital control, di antaranya Indonesia. Karena itu, Indonesia juga tidak perlu ragu untuk menerapkan kebijakan supaya aliran modal masuk lebih lama tinggal.

Krisis Eropa dan masih lemahnya perekonomian AS kemungkinan akan menurunkan ekspor, tetapi minat investasi, baik langsung maupun portofolio, ke Indonesia masih tetap tinggi. Jika saja investasi langsung dapat diarahkan pada industri manufaktur, tidak hanya sumber daya alam, akan sejalan dengan transformasi perekonomian dan penyerapan tenaga kerja. Dengan biaya produksi yang terus meningkat di Cina, terbuka kesempatan bagi Indonesia. Tentunya, peningkatan infrastruktur untuk memfasilitasinya yang sering kali dikeluhkan dapat dilakukan.

Krisis ekonomi dan melemahnya perekonomian negara maju memperkuat terjadinya pergeseran kekuatan ekonomi terutama ke Asia. Pergeseran ini tidak dapat terjadi mendadak, tetapi bertahap dalam jangka panjang. Indonesia merupakan bagian dari pergeseran ini dan semestinya kita dapat memanfaatkannya sebaik-baiknya.
◄ Newer Post Older Post ►