Di sebuah titik di dasar Laut Atlantik, terbaring bangkai kapal paling tenar sepanjang massa: Titanic, yang karam 100 tahun lalu.
Baru-baru ini, sekelompok orang melakukan perjalanan mendebarkan, menyelami lautan untuk melihat Titanic dari dekat. Salah satunya, Rob McCallum yang menceritakan pengalamannya, seperti dimuat Daily Mail.
Berikut kisahnya:
"Saat kapsul meluncur di kedalaman laut yang nyaris beku, lebih dari dua mil di bawah permukaan air, aku menatap ke luar melalui jendela kaca tebal, ke arah ngarai dalam.
Dari lampu yang memancar dari luar kapal selam, aku bisa melihat ke seluruh dataran laut, yang kelihatan seperti lanskap Bulan. Terkadang, mahluk laut dengan bentuk aneh melintas, melengkapi atmosfer yang terasa asing,
Tiba-tiba, muncul pemandangan yang tak akan aku lupakan. Sebuah haluan kapal paling tenar di muka bumi, Titanic, yang tenggelam di perairan nyari beku ini, hampir seabad yang lalu, pada 15 April 1912.
Bahkan di kegelapan dasar laut, bagian depan kapal masih nampak megah, tatahan pagar dan bentuk lambungnya langsung bisa dikenali.
Kapal selam yang membawa kami terus berjalan di atas reruntuhan kapal megah itu. Aku tersihir akan pemandangan tangga besar yang terkenal, juga dek pejalan kaki -- di mana penumpang kelas atas yang kaya raya menikmati segala kemewahan kapal, meski singkat, sontak berakhir saat insiden tabrakan dengan gunung es itu terjadi.
Kemudian, sekitar satu mil dari haluan, kami menjumpai bagian belakang kapal yang rusak parah, robekan logam menganga di sisinya. Namun, meski rusak parah, dengan kayunya yang membusuk, relik "berhantu" ini tetap memancarkan keagungan.
Salah satu dari tiga baling-baling utama, yang dibangun dari perunggu yang solid, bentuknya masih awet. Beratnya dua kali lipat dari kapal selam kami yang memiliki bobot 18 ton.
Sekilas, kami juga melihat interior beberapa kabin, yang baja pelapis luarnya telah copot akibat bencana. Meskipun kayu dan ornamen kain telah menghilang, dinding perunggu dan kuningan masih ajeg di sana.
Momentum mengharukan adalah ketika melihat kamar nahkoda, Kapten Smith, yang melakukan aksi heroik dalam tradisi pelayaran: memilih tenggelam bersama kapalnya. Dari tiga ruangannya, kamar mandinya yang paling jelas terlihat -- bak porselin masih dalam kondisi sangat baik.
Yang paling menakjubkan adalah melihat banyak artefak berserakan di permukaan kapal. Di mana-mana terlihat botol, piring, periuk, sendok, garpu, bahkan koper dan sepatu.
Tidak ada pakaian, karpet atau bahan sejenis tersisa, telah membusuk atau dimakan organisme hidup. Keberadaan banyak sepatu yang berserakan sangat mengejutkan. Barangkali terkait kebiasaan penumpang, menaruh sepatunya di luar saat mereka masuk ke kabin. Staf kapal malam itu bertugas membersihkan alas kaki mereka.
Kami tak melihat ada sisa-sisa jasad salah satu dari 1.514 orang yang tewas dalam bencana itu. Tubuh mereka terpental di lokasi jauh dari kapal, atau meninggal hipotermia di lautan beku, putus harapan mencari pertolongan.
Keberadaan kehidupan hewan di lautan dalam adalah salah satu fitur yang paling menarik dari kunjungan ke Titanic. Saat Anda berjalan di bawah 10.000 kaki, di lokasi yang hampir mustahil ada kehidupan, organisme bisa bertahan dalam lingkungan yang tidak bersahabat itu. Banyak mahluk laut bisa dijumpai. Ada ikan tikus, kepiting putih, juga mahluk yang memancarkan cahaya berkedip biru, hijau, dan putih. Meski begitu, tidak ada yang dapat mengalahkan gambar mengagumkan dari Titanic itu sendiri.
Hampir dua dekade terakhir, hampir 200 penyelaman dilakukan oleh perusahaan penyelaman. Ada 150 turis yang turun ke bawah dan mendekatinya: bankir, guru, pilot, dokter, ahli sejarah, bahkan keluarga korban. Beberapa di antaranya harus membayar mahal hingga US$59 ribu.
Saya berkesempatan melihat bangkai Titanic karena hubungan saya dengan Isle of Man, perusahaan ekspedisi laut dalam yang mengkhususkan diri bagi penelitian tujuan ilmiah, pembuatan film, dan investigasi.
Kini, 100 tahun peringatan tragedi Titanic, sepertinya waktu yang tepat untuk mengakhiri ekspedisi ke kapal ini, memberi peluang ia beristirahat dalam damai di dasar lautan.
Baru-baru ini, sekelompok orang melakukan perjalanan mendebarkan, menyelami lautan untuk melihat Titanic dari dekat. Salah satunya, Rob McCallum yang menceritakan pengalamannya, seperti dimuat Daily Mail.
Berikut kisahnya:
"Saat kapsul meluncur di kedalaman laut yang nyaris beku, lebih dari dua mil di bawah permukaan air, aku menatap ke luar melalui jendela kaca tebal, ke arah ngarai dalam.
Dari lampu yang memancar dari luar kapal selam, aku bisa melihat ke seluruh dataran laut, yang kelihatan seperti lanskap Bulan. Terkadang, mahluk laut dengan bentuk aneh melintas, melengkapi atmosfer yang terasa asing,
Tiba-tiba, muncul pemandangan yang tak akan aku lupakan. Sebuah haluan kapal paling tenar di muka bumi, Titanic, yang tenggelam di perairan nyari beku ini, hampir seabad yang lalu, pada 15 April 1912.
Bahkan di kegelapan dasar laut, bagian depan kapal masih nampak megah, tatahan pagar dan bentuk lambungnya langsung bisa dikenali.
Kapal selam yang membawa kami terus berjalan di atas reruntuhan kapal megah itu. Aku tersihir akan pemandangan tangga besar yang terkenal, juga dek pejalan kaki -- di mana penumpang kelas atas yang kaya raya menikmati segala kemewahan kapal, meski singkat, sontak berakhir saat insiden tabrakan dengan gunung es itu terjadi.
Kemudian, sekitar satu mil dari haluan, kami menjumpai bagian belakang kapal yang rusak parah, robekan logam menganga di sisinya. Namun, meski rusak parah, dengan kayunya yang membusuk, relik "berhantu" ini tetap memancarkan keagungan.
Salah satu dari tiga baling-baling utama, yang dibangun dari perunggu yang solid, bentuknya masih awet. Beratnya dua kali lipat dari kapal selam kami yang memiliki bobot 18 ton.
Sekilas, kami juga melihat interior beberapa kabin, yang baja pelapis luarnya telah copot akibat bencana. Meskipun kayu dan ornamen kain telah menghilang, dinding perunggu dan kuningan masih ajeg di sana.
Momentum mengharukan adalah ketika melihat kamar nahkoda, Kapten Smith, yang melakukan aksi heroik dalam tradisi pelayaran: memilih tenggelam bersama kapalnya. Dari tiga ruangannya, kamar mandinya yang paling jelas terlihat -- bak porselin masih dalam kondisi sangat baik.
Yang paling menakjubkan adalah melihat banyak artefak berserakan di permukaan kapal. Di mana-mana terlihat botol, piring, periuk, sendok, garpu, bahkan koper dan sepatu.
Tidak ada pakaian, karpet atau bahan sejenis tersisa, telah membusuk atau dimakan organisme hidup. Keberadaan banyak sepatu yang berserakan sangat mengejutkan. Barangkali terkait kebiasaan penumpang, menaruh sepatunya di luar saat mereka masuk ke kabin. Staf kapal malam itu bertugas membersihkan alas kaki mereka.
Kami tak melihat ada sisa-sisa jasad salah satu dari 1.514 orang yang tewas dalam bencana itu. Tubuh mereka terpental di lokasi jauh dari kapal, atau meninggal hipotermia di lautan beku, putus harapan mencari pertolongan.
Keberadaan kehidupan hewan di lautan dalam adalah salah satu fitur yang paling menarik dari kunjungan ke Titanic. Saat Anda berjalan di bawah 10.000 kaki, di lokasi yang hampir mustahil ada kehidupan, organisme bisa bertahan dalam lingkungan yang tidak bersahabat itu. Banyak mahluk laut bisa dijumpai. Ada ikan tikus, kepiting putih, juga mahluk yang memancarkan cahaya berkedip biru, hijau, dan putih. Meski begitu, tidak ada yang dapat mengalahkan gambar mengagumkan dari Titanic itu sendiri.
Hampir dua dekade terakhir, hampir 200 penyelaman dilakukan oleh perusahaan penyelaman. Ada 150 turis yang turun ke bawah dan mendekatinya: bankir, guru, pilot, dokter, ahli sejarah, bahkan keluarga korban. Beberapa di antaranya harus membayar mahal hingga US$59 ribu.
Saya berkesempatan melihat bangkai Titanic karena hubungan saya dengan Isle of Man, perusahaan ekspedisi laut dalam yang mengkhususkan diri bagi penelitian tujuan ilmiah, pembuatan film, dan investigasi.
Kini, 100 tahun peringatan tragedi Titanic, sepertinya waktu yang tepat untuk mengakhiri ekspedisi ke kapal ini, memberi peluang ia beristirahat dalam damai di dasar lautan.
Tragedi tenggelamnya Titanic adalah titik balik dalam sejarah, saat orang menyadari bahwa alam tidak selalu dapat dijinakkan oleh teknologi. Bahwa kapal, sehebat apapun, tak dijamin tidak dapat tenggelam".
• VIVAnews