ALEXANDER JACOB PATTY ( 1901 – 1957 ) “PERINTIS dan PEJUANG KEMERDEKAAN [foto]"

ALEXANDER JACOB PATTY ( 1901 – 1957 )

Alexander Jacob Patty, lahir pada tagggal 15 agustus 1901 di Negeri Nolloth Pulau Saparua. Alexander Jacob Patty merupakan keturunan keluarga besar Patty di Negeri Nolloh Pulau Saparua. Setelah menamatkan pendidikan dasarnya pada “Saparoeasche School” di kota Saparua, Alex melanjutkan studinya ke Surabaya dan memasuki sekolah kedokteran NIAS (Nederlandsche Indische Aartsens School). Baru pada tingkat pertama Alex sudah dikeluarkan dari sekolah karena sifat dan tingkah lakunya yang ekstrim. Ia tidak senang dengan Pemerintah Belanda karena politik diskriminasi terhadap kaum militer Ambon dalam KNIL.

Pada tahun 1919, Alex pindah ke Semarang dan mulai aktif dalam dunia kewartawanan. Pertama kali mendirikan Perkumpulan Kemakmuran Rakyat Ambon (Maluku). Kemudian karena perkembangan gerakan kebangsaan, organisasi yang bersifat sosial ini ditinggalkan oleh Patty dan mendirikan organisasi baru yang bersifat politik yaitu “Sarekat Ambon” pada tanggal 9 Mei 1920 dan membawa ide organisasi ini ke dalam ide Nasionalis Indonesia. Pada tahun 1922, A. J. Patty masuk dalam “Radikale Consentratie” (gabungan partai radikal). Sifat-sifat radikal dan revolusioner Patty, ditentang oleh para rekannya dari “Ambonsche Studie Fonds”, namun ia tetap membawa Sarekat Ambon dalam semangat kebangsaan Indonesia. Ide Sarekat Ambon terus disiarkan melalui majalah Mena Muria dan di kota-kota besar di Jawa dibuka cabang Sarekat Ambon.

Sarekat Ambon juga mempunyai bagian khusus untuk wanita, yaitu organisasi “Ina Tuni”. April 1923, A. J. Patty memperkenalkan ide Sarekat Ambon kepada masyarakat Ambon. Sesuai kondisi didirikan dahulu suatu Komite Sarekat Ambon dan A. J. Patty segera berkeliling ke negeri-negeri mempropaganda ide Sarekat Ambon. Tahun 1924, Patty berhasil dipilih sebagai anggota Ambon Raad dan di lembaga perwakilan ini ia mulai memperjuangkan nasib rakyat, namun politiknya ditentang keras oleh para raja, yaitu “Regenten Bond”. Ia dituduh berbahaya oleh pemerintah, padahal rakyat sangat simpatik pada Sarekat Ambon. Karena dituduh melanggar hukum (adat) dan menghasut rakyat, ia ditangkap dan ditahan oleh Asisten Residen. Kemudian dibawa ke Makassar dan diadili oleh “Raad van Justitie”. Setelah dihukum, tahun 1942, Patty diringkus ke Bengkulu (Suamatera) kemudian ke Boven Digul (Irian Jaya) sampai pecah Perang Dunia II. Pada masa Jepang, dapat meloloskan diri ke Australia dan pada masa revolusi kemerdekaan, berjuang bersama Bung Karno dalam mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Negara Kesatuan RI. Alexander Jacob Patty meninggal dunia di Badung pada tanggal 15 Juli 1957. Tokoh pejuang ini dihargai sebagai seorang “PERINTIS dan PEJUANG KEMERDEKAAN”.


sumber;
Kaam,B. van , ambon door de eeuwen
Graaf,H,J.de De geschiednis van ambon en de zuid molukken
Manusama, De geschiedenis van de VAS


Alexander Jacob Patty


Tentara Belanda KNIL 1947


Tentara TNI


Bung Karno


Catatan Ziarah ke TPU Pandu Bandung

Awan mendung menyelimuti Bandung saat aku berada tepat di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU) pandu. TPU yang ada sejak zaman belanda ini ,kini dikelilingi bandara Husen Sastranegara dan beberapa mall. Juga tak jauh dari rumah salah seorang mantan gubernur Maluku.

Bagaikan mencari telur paskah di semak belukar hingga keputusasaan melanda, sampai bertemu dengan seorang nara sumber yang tak mau disebut namanya. Bapak penjaga kuburan itu menuntunku ke tempat peristirahatan seorang pahlawan nasional perintis kemerdekaan bernama Alexander Jacob Patty. Kuburan yang tak lebih berukuran 2×1 m ini sangat jauh dari imajinasiku bagaimana layaknya makam seorang pahlawan.

Hanya bermodal hiasan bendera merah putih yang terbuat dari bahan besi rapuh yang dicat kuning, dan berlabel pejuang, serta fondasi kubur yang berwarna putih dan batu nisan tanpa nama, kuburan itu diberi nomor 21 sebagai nomor regestrasi administrasi TPU. Makam tampak diapit dua makam pejuang lainnya yang tak dikenal, di kelilingi rumput liar menutupi pusara yang tak beratap.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Begitu besar jasa sang pahlawanku yang berusaha mengusir penjajah yang ingin mengeruk semua hasil alam Maluku yang tak ternilai harganya, kini terbaring di pusara tak bernama dan diselimuti rumput liar. Mataku mulai berkaca-kaca sambil menahan rasa malu mendengar cerita bapak penjaga kuburan yang seakan begitu mengerti sepak terjang pahlawanku ini.
“Pak Alex ini dulu pendiri Sarikat Ambon dan surat kabar SAIT (Sarekat Ambon Ina Tuni). Dia sempat diasingkan ke Makassar karena tulisan-tulisannya sangat menyakiti orang Belanda pada saat itu,” ujar laki-laki yang berumur 68 tahun ini. Dia mengaku sejak masa kanak-kanak telah menjadikan TPU pandu sebagai habitatnya.

“Dulu teh ieu makam ta kaurus kacau pisan” (dulu makam ini tidak terurus amburadul). Cuma dihiasi palang bersilang yang patah (salib) dan mulai diperbaiki sekitar 2006-2007 saat seorang wartawan media massa lokal menulis tentang banyaknya makam para pahlawan yang tidak mendapat perhatian sepadan dibanding jasa perjuangannya,” kisah si penjaga makam.
Nama A. Y. Patty sudah tak asing lagi kudengar hanya sebatas nama jalan protokol di Kota Ambon. Minimnya pengetahuan sejarah pahlawan daerah sebagai putra daerah asli, cukup memalukan saat berhadapan dengan seorang penjaga kubur yang dapat bercerita banyak tentang pahlawanku. Malu sebagai anak negeri yang tak dapat membelikan sepotong kapur untuk menulis di batu nisan pahlawanku.

Ingin rasanya menyelimuti pusara pahlawanku dengan lembutnya pasir putih pantai Ngurbloat, dan menulis nisan pusara mu dengan untaian cengkeh dan pala dari Ambon. Selamat tidur pahlawanku. Engkau selalu akan kukenang.



Sumber: http://vgsiahaya.wordpress.com/2009/...an-tanpa-nama/

sumber : http://www.kaskus.co.id/showthread.php?p=737147625
◄ Newer Post Older Post ►